Kamis, 17 April 2014

Pakar Ekonomi Syariah di Indonesia

AGUS EDI SUMANTO, MM,Msi



Tidak tenang bekerja di perusahaan asuransi konvensional, Agus Edi Sumanto hijrah ke perusahaan asuransi syariah. Di situ ia menemukan ketenangan hati, sampai akhirnya ia menduduki posisi puncak di PT. Asuransi Takaful Keluarga.

Untuk mendapatkan amanah sebagai direktur utama dari perusahaan asuransi syariah sekelas PT. Asuransi Takaful Keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Butuh persiapan dan proses yang tidak pendek. Setidaknya itulah yang dirasakan Agus Edi Sumanto, lelaki kelahiran Ponorogo, 19 Agustus 1963, yang pada bulan Juli lalu diangkat sebagai Direktur Utama PT. Asuransi Takaful Keluarga.

Pengalaman hidup dan perjalanan karirnya mengajarkan satu hal: Kesuksesan itu tidak ada yang gratis. Untuk mencapainya, seseorang harus mempunyai persiapan yang matang, melalui proses yang tidak gampang, niat baik dan kerja keras. Inilah prinsip-prinsip yang dipakai Agus. Kepercayaan yang ia terima tak lain karena implementasi prinsip-prinsip itu dengan benar, ditambah kapasitasnya yang sudah teruji di bisnis asuransi.

“Jangan banyak menuntut sebelum anda sendiri mempersiapkan diri dan layak diberi amanat. Karena itu, saya selalu mencari dan mencari untuk mempersiapkan apa yang akan terjadi nanti,” papar bapak tiga anak yang salah satu putrinya, Adwina Aisyah Dewi, mondok di Pondok Gontor Putri 1 Mantingan, Ngawi.

Agus juga percaya bahwa segala sesuatu itu akan didapat jika ada niat baik dan kerja keras. Bagi alumni ITS tahun 1982 jurusan statistika ini, Allah menilai seseorang bukan dari hasilnya, tapi lebih dari itu adalah prosesnya. Jika hasilnya banyak, tapi prosesnya curang, di mata Allah itu tidak ada artinya. Sedang hasil yang sedikit dengan proses yang benar, maka Allah akan memberkahi usahanya.

Kebiasaan bekerja keras dan melakukan persiapan sebaik mungkin ini diilhami oleh orangtuanya, Sayyid dan Suci. Keduanya petani tulen yang giat bekerja di daerah Bangsalan, Sambit, Ponorogo. Wejangan orangtuanya agar bekerja keras, jujur, menghargai orang lain dan waktu, menggugah Agus untuk selalu berbuat yang terbaik dalam menjalan tugas-tugasnya.

“Saya tahu banyak bagaimana orangtua saya bekerja. Itu cambuk bagi saya untuk bekerja yang terbaik,” ujar Agus yang juga mengajar di UIN Syarif Hidayatullah.

Hijrah dari Konvensional ke Syariah

Sebelum memutuskan hijrah dari perusahaan asuransi konvensional, Agus merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, yaitu ketenangan batin dalam menjalani hidup. Selama berada di perusahaan konvensional, ia sudah menjabat sebagai Kepala Divisi Teknik dan Pengembangan Produk—sebuah posisi yang menghasilkan cukup income besar saat itu. Tapi ia merasa dirinya hanya dipenuhi pikiran untuk mencari uang, uang dan uang. Sedangkan nilai-nilai yang sifatnya spiritual terabaikan.

Setelah melalui proses yang panjang dan kecamuk yang ada dalam dirinya, Agus akhirnya memutuskan hijrah ke PT Asuransi Takaful Keluarga. Tahun pertama di perusahaan asuransi syariah itu, ia merasa penghasilannya menyusut setengah. Agus sadar, inilah salah satu resiko yang harus ia hadapi. Kendati begitu, ia tidak berkecil hati. Ia tetap optimis bisa membangun Takaful menjadi lebih baik.

Berkat pengalamannya di perusahaan asuransi konvensional, Agus pun diberi amanat menjabat Kepala Divisi. Tanggung jawabanya meliputi pengembangan bisnis korporat, bancassurance dan health insurance, pengembangan produk, pricing, analisis biaya, riset pasar, memelihara hubungan dengan nasabah korporat, menutup bisnis korporat berskala besar, kompensasi agen serta bertanggung jawab atas terselenggaranya aktivitas divisi sesuai dengan SOP.

Semua dikerjakan Agus dengan maksimal. ”Saya mencoba membenahi hal-hal yang kurang pas. Alhamdulillah cukup berhasil,” ujar lulusan Magister Sains (MSi) dari Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Indonesia ini tenang.

Berkat keberhasilannya itu, tahun 2004 Agus dipindah ke posisi yang lebih tinggi, yakni di PT Syarikat Takaful Indonesia—perusahaan induk dari PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum. Di situ ia diangkat sebagai Kepala Divisi Corporate Strategy & Business Development yang bertanggung jawab atas pengembangan bisnis dan strategi perusahaan.

Di divisi ini, meski tantangannya lebih berat, potensi Agus lebih terasah. Salah satu agenda utamanya adalah mengubah mindset masyarakat tentang asuransi. Saat ini, menurut Agus, sebagian besar masyarakat masih melihat bisnis asuransi hanya sebagai urusan kematian, kecelakan, kebakaran, klaim yang susah, berbelit-belit, dan lain sebagainya. Citra yang miring ini juga dialami asuranasi syariah Takaful. Apalagi, ketika itu, Takaful masih perusahaan baru dan masih kecil. “Ini tantangan tidak mudah,” tegas Agus.

Takaful akhirnya merubah visi dan misi perusahaannya. Ia bukan perusahaan yang hanya berkutat pada masalah kematian dan kecelakaan, tapi juga memberikan solusi dan pelayanan terbaik dalam perencanaan keuangan dan pengelolaan risiko bagi umat. Takaful juga menawarkan jasa dan keuangan syariah yang dikelola secara profesional, adil dan amanat.

Setelah berjalan dua tahun, Agus diangkat menjadi Direktur Pemasaran di Takaful. Ini mengingatkan dirinya ketika bekerja di divisi pemasaran Bank Internasional Indonesia (BII). Saat itu, ia pernah mencapai target penjualan Rp 1 milyar lebih dalam setahun. Kenangan ini pula yang memberikan semangat bagi dirinya untuk menjual produk lebih baik di banding saat di BII.

“Alhamdulillah saya pernah menjadi marketing perusahaan asuransi konvensional. Ketika saya diberi amanat menjadi direktur pemasaran, saya sudah siap dengan tugas tersebut,” papar Agus.

Saat menjabat sebagai direktur pemasaran, ia mengerahkan partner kerjanya untuk memberikan yang terbaik kepada nasabah (pemegang polis). Sebab, dari sanalah perusahaan akan berjalan dengan baik dan dipercaya masyarakat. Namun, tanpa didukung oleh sistem marketing yang baik, mustahil nasabah akan tertarik dan bergabung menjadi nasabahnya.

“Pada prinsipnya, di bidang layanan jasa dan lembaga keuangan, semua orang adalah marketer (pemasar). Baik yang diduduk di level tertinggi, seperti direktur hingga level terbawah seperti office boy. Semuanya marketer dan berlaku serta bersikap sebagai seorang pemasar dalam melayani nasabahnya. Karena tujuannya sama, saling mendukung,'' tandas Agus.

Menurut Agus ini, paradigma bahwa tugas bagian marketing hanya menjual adalah salah. Orang keuangan pun marketer yang berfungsi mengadministrasikan premi. Orang teknik juga marketer yang bertugas mendesain produk, menyiapkan polis dan meng-handle klaim. Sedang orang front line (agen) juga marketer yang melakukan closing (penutupan). ''Jadi semuanya memiliki tujuan yang sama untuk kepentingan perusahaan,'' jelasnya.

Dengan begitu, kata Agus, akan dihasilkan kinerja yang saling mendukung antara satu dengan lainnya. Tujuannya tak lain, tercapainya target perusahaan yang merupakan bentuk pertanggungjawaban kerja Agus. Sampai di sini, bukan hal yang mengherankan, jika selama dipegang Agus, pemasaran Takaful berhasil mencapai premi sebesar Rp 116 milyar atau naik 65 % di banding tahun sebelumnya.

Puncaknya, pada bulan Juli 2007, suami dari Dewi Kustiawati ini akhirnya diberi amanah menjadi Direktur Utama PT Asuransi Takaful Keluarga. Tugas yang makin besar, terutama untuk mewujudkan visi perusahaan menjadi “Top Ten” di industri asuransi. “Saat ini Takaful masih 20 besar di industri asuransi. Tahun 2011 harus bisa masuk “top ten”-nya,” tandasnya. Semoga berhasil, Pak.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP:

Ir. AGUS EDI SUMANTO, MM, MSi,

Ponorogo, 19 Agustus 1963

KUALIFIKASI PROFESIONAL

Ahli Asuransi Indonesia Jiwa, AAIJ.
Ajun Aktuaris Associate of the Society of Actuaries of Indonesia (ASAI).
Associate of International Association of Registered Financial Consultants.
Memiliki Sertifikat di bidang Investment-Linked dari Singapore College of Insurance.
Memiliki sertifikat sebagai Investment Manager Representative dari BAPEPAM.
Berlisensi sebagai wakil penjual reksa dana (Mutual Fund Selling Agent) dari BAPEPAM.
PENGALAMAN KERJA

Direktur Utama PT Asuransi Takaful Keluarga (Juli 2007—sekarang).
Direktur Pemasaran PT Asuransi Takaful Keluarga (2006)
Kepala Divisi Corporate Strategy & Business Development PT Asuransi Takaful Keluarga (2004–2006)
Kepala Divisi Corporate Business, Bancassurance & Health Insurance PT Asuransi Takaful Keluarga (2000–2004)
Kepala Divisi Teknik dan Pengembangan Produk PT Eka Life, Jakarta, dan Pjs Kepala Divisi Dana Pensiun (DPLK Eka Life) (1995–2000).
Account Relation Manager (Marketing) PT BII Lend Lease (1992–1995).
Asisten Manajer Marketing PT Bank Internasional Indonesia (1992–1993).
Actuarial Marketing PT. Tugu Jasatama Reasuransi Indonesia (1991–1992)
Actuarial Marketing PT Marein (Reinsurance Company) (1988–1991).
ORGANISASI

Sekjen di Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)
Sekretaris IV di Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
Wakil Ketua Komisariat V di Asosiasi Asuransi Indonesia Jiwa.
Instruktur pada IARFC Indonesa dan Kepala Divisi Perencanaan Keuangan Islami.

Semua orang di Takaful adalah marketter

Sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang layanan jasa, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) --induk dari PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU),-- memberikan yang terbaik kepada nasabah (pemegang polis) merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan. Sebab, dari sanalah perusahaan akan berjalan dengan baik dan dipercaya masyarakat. Namun, tanpa didukung dengan sistem marketing yang baik, mustahil nasabah akan tertarik dan bergabung menjadi nasabahnya. Istilahnya adalah teamwork.

''Pada prinsipnya, di bidang layanan jasa dan lembaga keuangan, semua orang adalah marketer (pemasar). Baik orang tersebut diduduk di level tertinggi seperti direktur hingga level terbawah seperti office boy. Semuanya adalah marketer dan berlaku serta bersikap sebagai seorang pemasar dalam melayani nasabahnya. Karena tujuannya sama, saling mendukung,'' ujar Agus Edi Sumanto, Direktur Pemasaran ATK.

Menurut Edi yang juga staf pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini, paradigma tentang marketing yang tugasnya hanya menjual saja. ''Penjual adalah marketer. Padahal, semua orang yang bergerak dalam bidang layanan jasa dan keuangan, adalah marketer melayani nasabah,'' ujarnya.

Orang yang berada di bagian keuangan, kata Edi, adalah seorang marketing yang berfungsi mengadministrasikan premi. Seorang teknik adalah marketing yang bertugas untuk mendesain produk, menyiapkan polis dan meng-handle klaim. Sedangkan orang yang berada di front line (garis depan, agen) adalah orang yang melakukan closing (penutupan). ''Jadi, semuanya memiliki tujuan yang sama untuk kepentingan perusahaan,'' jelas pria yang sempat menduduki posisi sebagai Corporate Strategy STNI ini.

Edi menambahkan, dengan demikian maka akan dihasilkan suatu kinerja yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain. ''Tidak ada lagi yang merasa bahwa pekerjaan itu bukan tugasnya,' paparnya.

Tujuan dari semua itu, lanjutnya, adalah tercapainya target perusahaan. Sebab, hal itu merupakan amanah yang harus dijalankan, sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada perusahaan bersangkutan dan bekerja sesuai dengan yang digariskan agama.

Edi berharap, Takaful sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, tidak hanya mengejar profit dari sisi finansial. Tetapi juga adanya pengembangan potensi-potensi yang ada di masyarakat. Karena itu, kata dia, dalam waktu dekat ini pihaknya mencanangkan TAA yaitu Takaful Autorized Agent. Ini adalah salah satu proses pemberdayaan masyarakat untuk menjadi enterpreneur di bidang asuransi. ''Bentuknya mirip franchise seperti alfamart dan lain sebagainya,'' jelas Edi.

Dengan konsep ini, kata dia, maka daerah-daerah yang tidak memiliki cabang Takaful, diharapkan akan muncul tenaga-tenaga baru yang siap memasarkan produk asuransi dan menjelaskan pentingnya asuransi bagi diri pribadi, keluarga dan masyarakat sekitarnya. ''Memelihara dan melindungi diri, keluarga dan harta adalah kewajiban bagi setiap orang muslim, khususnya,'' papar alumnus Magister Sain (MSi) dari Universitas Indonesia ini.

Referensi:

Perbandingan Sektor Pertanian dengan Sektor Industri #1


Kelompok:
Ø Aminah                          (20213794)
Ø Fikki Rizki Prima           (23213451)
Ø Rita Andiyani                (27213833)
Ø Wulan Widyaningsih     (29213371)
Kelas : 1EB07

SEKTOR PERTANIAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Tidak perlu di ragukan lagi bahwa Indonesia adalah negara dengan potensi agraris yang sempurna,
memberikan ruang seluas-luasnya untuk memanfaatkan potensi pertanian tersebut. Ketergantungan kita pada pertanian sangat tinggi sebab hampir seluruh kegiatan perekonomian kita berpusat di sektor terbesar itu.
Pengentasan kemiskinan dan juga pencapaian ketahanan pangan merupakan sasaran tujuan pembangunan maka tak pelak lagi bila pembangunan sektor pertanian merupakan satu cara pencapaian tujuan tersebut
.

Permasalahan Seputar Pertanian

Pembangunan sektor pertanian bukan suatu hal mudah. Ada banyak hal sesungguhnya yang menjadi permasalahan misalnya masih rendahnya pengetahuan petani atas akses informasi dan teknologi, permasalahan lemahnya akses modal, juga dapat berupa investasi yang dimiliki oleh petani yang kurang. Hal ini menjadi sangat kontras sementara pertanian mendominasi hampir setiap segi perekonomian, misalnya dalam penyerapan tenaga kerja.
Sebenarnya permasalahan tersebut diatas bukan temuan baru, masalah ini sudah sejak lama ada sejalan dengan keberadaan pertanian itu sendiri.  Terkait dengan hal tersebut sesungguhnya pemerintah telah meluncurkan berbagai program yang mendukung petani, misalnya dalam hal peningkatan produksi pangan dikembangkan lewat balai pengkajian dan penelitian pertanian tentang teknologi tepat guna dan pengembangan benih-benih unggulan berpotensi.


Dilihat dari grafik diatas, mengenai laju dan sumber  pertumbuhan PDB pada tahun 2013 dapat diperbandingkan antara sektor pertanian dengan sektor yang lainnya. Untuk sektor pertanian sendiri sumber pertumbuhan cenderung rendah dari pada sektor industri dan perdagangan. Sedangkan untuk laju pertumbuhannya sektor pertanian sedikit mempunyai tingkatan yang lebih tinggi. Namun tetap berada dibawah sektor industri dan perdagangan.
Perbandingan Sektor Pertanian dan Sektor Industri
Keputusan Indonesia untuk membuat pertanian menjadi landasan perencanaan pembangunan negara memang tidak sejalan dengan kebijaksanaan konvensional. Di tengah penekanan pembangunan pertanian itu tentu saja pemerintah sadar sepenuhnya bahwa Indonesia tidak  bisa terus menerus bergantung pada pertanian untuk menjadi negara modern. Pada akhir decade enam puluhan, ketika pemerintah Orba meluncurkan rencana pembangunan ekonominya, sebagian besar literature dalam bidang ekonomi mengidentikkan pembangunan dengan industrilisasi. Hal ini terlihat lebih nyata lagi misalnya dalam penanaman negara yang sudah mencapai standar hidup yang tinggi bagi penduduknya sebagai negara industry. Meskipun Indonesia telah mengadopsi kebijakan yang mendahulukan pertanian, tim ekonomi negara tetap punya komitmen besar terhadap industrilisasi sebagai sebuah pilar bagi strategi pembangunan ekonomi negara. Mereka juga sadar bahwa program yang keliru untuk mencapai industrilisasi secara terburu-buru bisa menjadi boomerang yang menyebabkan disalokasi ekonomi, investasi terbuang percuma, dan penghamburan kekayaan negara yang langka.
Memandang ke belakang, akhir decade Sembilan puluhan, saat Indonesia mulai menjadi negara industry baru (NIC, Newly Industrialized Country), orang bisa dengan mudah berpikir bahwa kita telah berhasil. Namun, dalam prosesnya, kita kadang-kadang membuat kesalahan yang membawa kepada jalan buntu. Ada banyak pengalaman berharga yang kita peroleh terutama pada tahun-tahun awal. Pengalaman-pengalaman ini bisa disarikan sebagai berikut :

1.  Proteksionisme (baik untuk menopang industry yang baru berkembang maupun untuk keperluan pemerataan bagi kelompok tertinggal) bisa berperan penting dalam pembangunan ekonomi, hanya bila proteksi ini dilaksanakan dengan tujuan yang terdefinisi dengan jelas dan masa penerapannya dibatasi.
2.  Sukses kebijakan industry tak lepas dari terpeliharanya nilai tukar mata uang yang realistis
3.  Strategi ekonomi harus bersifat fleksibel dan realistis, sehingga dapat diubah sesuai dengan perkembangan situasi, dan bila perlu dihentikan kalau sudah kadaluwarsa.

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industri karena sektor ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Berusaha dalam bidang industri dan berniaga hasil-hasil industri juga lebih diminati karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu bergantung pada alam semisal musim atau keadaan cuaca.

Menurut pendapat kelompok kami, perbandingan antara sektor pertanian dengan sektor industri cenderung lebih besar  pada sektor industri. Dari grafik Laju dan Sumber Perumbuhan PDB tahun 2013 terlihat bahwa sektor industri yang memiliki laju pertumbuhan paling tinggi. Kurangnya memaksimalkan sektor pertanian menjadi kendala pemerintah untuk mengolah sumber daya alam tersebut lebih luas, sementara dalam kegiatan industri terdapat berbagai macam kegiatan industri sehingga dapat dikatakan sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Namun sebenarnya sektor pertanian pun dapat lebih diolah dan dikembangkan dengan baik sehingga kualitas yang dihasilkannya pun meningkat, tetapi dengan berbagai kendala yang dihadapi permasalahan pertanian misalnya masih rendahnya pengetahuan petani atas akses informasi dan teknologi, permasalahan lemahnya akses modal, juga dapat berupa investasi yang dimiliki oleh petani yang kurang. Hal ini menjadi sangat kontras sementara pertanian mendominasi hampir setiap segi perekonomian.
Indonesia merupakan Negara agraris namun seiring dengan perkembangannya zaman globalisasi, sektor pertanian pun semakin menghilang akibat adanya pembangunan sektor industri di kawasan penduduk sekitar, hal ini yang membuat kami menyayangkan mengapa pemerintah tidak membatasi antara sektor pertanian dengan sektor industri sehingga dengan semua itu tidak ada yang harus tersingkirkan dengan perkembangan zaman. Namun kenyataannya lahan pertanian pun sudah banyak yang sekarang dijadikan sebagai tempat industri. Walaupun produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain, tetapi sektor pertanian pun seharusnya tetap dijaga ataupun di lestarikan karena itu merupakan sumber alam Negara Indonesia.